MEMAHAMI DIMENSI EKONOMI DALAM KISAH QORUN

MEMAHAMI DIMENSI EKONOMI DALAM KISAH QORUN[1] 
Oleh:
Ulfah Alfiyah Darajat, S.E.I

Dapat disimpulkan dari kisah Qorun yang berasal dari kisah umat Nabi Musa as. Perilaku model Qorun dikecam oleh al-Qur’an dan berakibat buruk oleh pelakunya karna berlaku semena-mena terhadap orang lain dan bersikap sombong dengan mengatakan kekayaan yang diperoleh beasal dari usahanya sendiri, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Q.S al-Qasasa: 76, 78 Dalam konteks kisah tersebut di temukan empat standar pengambilan keputusan untuk menentukan langkah-langkah usaha, yaitu pada ayat 77, Allah berfirman:
وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ ٧٧
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Q.S. al-Qasas: 77)
Empat standar tersebut disimpulkan sebagai berikut:
a.       Ungkapan, وَٱبۡتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلۡأٓخِرَةَۖcarilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat”, mengajarkan bahwa setiap langkah usah harus dimulai dengan melihat apakah usaha tersebut diridhai Alllah dengan pengertian halal dan boleh menurut agama atau tidak. Usaha tersebut juga harus berorientasi kedepan (akhirat). Komitmen dengan standar ini akan dapat mencegah berbagai praktik amoral dalam prilaku ekonomi, sehingga harus menjadi dasar dalam membangun teori konsumen dan produsen. Dengan demikian konsep ekonomi dal al-Qur’an sangat berbeda dengan konsep kapitalis-materialis yang hanya berorientasi duniawi, tanpa membedakan halal dan haram. Perbadaanna terletak pada hubungan yang erat antara agama dan ekonomi.
b.     Ungkapan وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡيَاۖ dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi”, menegaskan bahwa perilaku ekonomi harus mendatangkan manfaat bagi pelakunya dan tepat sasaran.
c.       Dari penggalan ayat وَأَحۡسِن كَمَآ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ  dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu”, para pelaku bisnis diperintahkan untuk menjalin hubungan baik dengan para relasi dan tidak mencurangi mereka. Kepada mereka yang kekurangan dan membutuhkan mereka juga dituntut untuk membantu dalam bentuk sedekah atau lainnya. Dengan kata lain memiliki kepedulian, solidaritas, dan ketidaksewenangan terhadap mereka yang tidak mampu, sebab kekayaan hasil usaha, yang mereka peroleh tidak lepas dari peran mereka yang lebih rendah kedudukannya. Allah berfirman:
أَهُمۡ يَقۡسِمُونَ رَحۡمَتَ رَبِّكَۚ نَحۡنُ قَسَمۡنَا بَيۡنَهُم مَّعِيشَتَهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۚ وَرَفَعۡنَا بَعۡضَهُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٖ دَرَجَٰتٖ لِّيَتَّخِذَ بَعۡضُهُم بَعۡضٗا سُخۡرِيّٗاۗ وَرَحۡمَتُ رَبِّكَ خَيۡرٞ مِّمَّا يَجۡمَعُونَ ٣٢
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”
Sikap seperti ini akan sangat membantu dalam mengentaskan kemiskinan.

d.      Firman Allah وَلَا تَبۡغِ ٱلۡفَسَادَ فِي ٱلۡأَرۡضِۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُفۡسِدِينَ "dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”, mengajarkan aktifitas ekonomi hendaknya tidak menimbulkan kerusakan. Kerusakan tersebut bisa dalam dua bentuk, pertama bersifat materil, berupa kerusakan pencemaran lingkungan, dan yang kedua bersifat immateril berupa iklim/ suasana yang membuka peluang berbagai praktik korupsi, kolusi, kecurangan, penipuan, dan lain sebagainya.
Bila diterapkan dan ditegakkan dengan baik, empat standar ini akan mampu memecahkan berbagai persoalan ekonomi modern, terutama praktik-praktik ekonomi yang kotor dan tidak bermoral, berkesenjangan ekonomi, dan pencemaran lingkungan.

Sumber:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Tafsir Al- Qur’an Tematik, Jakarta: Kamil Pustaka, Cetakan Pertama, 2014.


[1] Disampaikan dalam  Presentari Perkuliahan Pada Mata Kuliah studi al-Qur’an  Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung